Senin, 26 Juli 2010

Ketika polantas menawarkan "jasa", salahkah aku?




Pagi ini aku diminta untuk mengantarkan pakde ke tata'an (pesawaran) dengan mengendarai Honda Blade kepunyaan sepupuku. Rute yang saya lewati, jl. Lintas Sumatera ke Rajabasa, kemudian melewati jl. Pramuka untuk menembus kemiling sebelum akhirnya masuk ke kabupaten Pesawaran.
Aku bertengger diatas blade dengan lampu sen kanan berkedip ketika menunggu lampu merah padam dan berganti lampu hijau menyala, untuk kemudian saya masuk ke jl. Pramuka.
Klip, lampu hijau pun menyala, perlahan aku menjalankan sepeda motorku. Namun pak polisi menghampiri dan memintaku untuk "memarkirkan" kendaraan... Aku pun meminggirkan motorku dengan tidak mengerti apa kesalahanku. Ah, biar pak polisi yang menjelaskannya.
Pak polisi pun menghapiriku yang sudah menepi, (oh... Aku sadar, blade yang aku kendarai berpenumpang tiga orang, aku dan pakdeku lengkap dengan helm standar, serta sepupuku yang berusia 13 tahun yang tidak mengenakan helm)
"mau ke mana pak?" pak polisi menyapa.
"ke tata'an pak".
"kok anak nya gak di pake'in helm?"
Saya hanya diam karna sadar akan kesalahan saya, tidak ada gunanya berdalih. Kesalahan itu tidak bisa di perbaiki saat itu juga, apalagi berdalih, sungguh tidak bijak! Yang terbaik adalah tidak mengulang lagi kesalahan yang sama di kemudian hari. Kemudian pak polisi memberi nasehat dan wawasan tentang bahayanya tidak mengenakan helm, saya sangat berterimakasih karena telah diingatkan. Saya sadar, saya hanya manusia biasa yang tak lepas dari khilafiah.
"bisa ditunjukkan surat-suratnya?" pinta pak polisi kemudian.
Saya pun kemudian memberikan SIM dan STNK kepada pak polisi.
"ikut ke pos" pak polisi kemudian berjalan menuju pos kecil yang berada di pinggir jalan, tepat di ujung jl. Pramuka Bandar Lampung.
Kemudian saya berjalan mengikuti pak polisi.
***
Aku melanggar dua pasal dan STNK harus ditahan. Demikian penjelasan pak polisi yang duduk di sebelahku, setelah aku ditunjukkan dan diminta membaca pasal-pasal yang aku langgar pada selembar kertas yang sepertinya memang sengaja di sediakan untuk (sekaligus) memberikan wawasan dan pendidikan kepada masyarakat (pengguna jalan). Saya tidak ingat betul bagaimana bunyinya, (dari ke dua pasal tersebut, intinya kesalahan saya adalah membiarkan penumpang tidak mengenakan helm).
Pak polisi membuka lembar demi lembar form dalam satu jilid (sepertinya sih surat tilang) yang sudah di coret-coret dengan pena (baca:di isi), tapi saya tidak melihat bekas sobekan di sana. Ta... Da... Akhirnya pak polisi tiba pada lembaran form (surat tilang) yang masih kosong.
"tanggal 4 Agustus nanti, kamu sidang sekalian ambil STNK dan bayar denda" sambil mengisi surat tilang pak polisi menjelaskan kepada saya.
"Iya pak" jawabku yakin. Ini konsekuensi yang harus saya terima, karena telah melanggar. Sebagai warga negara yang baik saya bertekat untuk mematuhi hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Saya mengeluarkan Nokia 6120 classic ku dan menekan tombol gulir ke kanan, untuk masuk ke menu kalender dan melihat kapan 4 Agustus itu tiba, mungkin pada hari itu.... Inilah terdakwa yang telah melanggar dua pasal lalu lintas... Bla..bla..bla... Kemudian saya berjalan dengan tenang masuk ke dalam ruang persidangan, dan kemudian duduk setelah di persilakan. Kemudian mungkin saya akan "dilempari" pertanyaan-pertanyaan, mungkin juga di beri pendidikan tentang sopan santun berlalu lintas, atau mungkin...... Ah, terlalu banyak kemungkinan, saya juga belum pernah menjalaninya.
"bagaimana ini?, mau di bayar di pengadilan, di poltaber, atau titip bayar disini?". Pernyataan dan pertanyaan pak polisi inilah yang kemudian merubah semua jalan ceritanya.
Jujur saya bingung pada saat itu, kenapa kok jadi banyak pilihan begini?
"ya peraturan perundang-undangan nya bagai mana pak?" saya balik bertanya karena tidak tahu prosedurnya yang benar-benar benar itu bagaimana.
"itu tergantung kebijakan kamu, mau bayar di pengadilan atau 'titip' disini juga bisa" demikian pak polisi seolah kok malah menawarkan "jasa".
"saya ikut aturan yang berlaku saja lah pak" demikian saya menanggapi sambil berpikir (emang ada ya bayar denda 'titip' sama pak polisi?) dan menunggu (tapi kok gak dikasih-kasih sama pak polisi, entah itu surat tilang bersama SIM ataupun STNK dan SIM).
"kalau tunggu tanggal 4 STNK nya ditahan, kalau 'titip' bayar disini STNK nya silahkan bawa saja" demikian kata pak polisi seolah menekankan saya pada salah satu pilihan.
Aku akhirnya 'tergoda' untuk melakukan kesalahan kedua(namun berbeda) yaitu membayar 'denda' saat itu juga kepada pak polisi, dengan beberapa pertimbangan. Yang pertama, tuh motor bukan punyaku (masak iya udah di pinjemin masih mau ngerepotin?), kemudian domisili saya yang di Kalianda dan melakukan pelanggaran di Bandar Lampung (jujur sebenarnya ini bukan masalah yang berarti). Akhirnya dengan diliputi rasa bersalah saya 'membayar' sejumlah uang kepada pak polisi, sedang pak polisi memberi kode untuk meletakkan saja uang tersebut dan seolah 'tidak menginginkannya', lalu memberikan SIM dan STNK saya dan membiarkan saya pergi.
"terimakasih pak" saya melontarkan basa basi (busuk), seraya berjalan menghampiri Honda Blade yang terparkir di tepi jalan dan ke dua penumpangnya yang berdiri di sampingnya.
Saya memang salah, tapi apa patut disalahkan ketika saya hendak menempuh jalan yang benar namun pihak yang seharusnya menunjukan ke jalan yang benar malah membelokkan?

Gambar: araskanews.wordpress.com

Tidak ada komentar: