Sabtu, 01 Oktober 2011

Berbagi diatas Transjakarta


TransJakarta


Ditengah bermacam isu seputar angkutan masal TransJakarta, nyatanya moda transportasi ini tetap jadi favorit dan andalan warga ibukota. Ini terbukti dari banyaknya orang yang mengantri di halte, maupun banyaknya penumpang yang rela berdiri di atas TransJakarta.
Nah, dibalik popularitas TransJakarta, pasti setiap orang sebagai pengguna jasa moda transpotasi ini memiliki kisah, suka, duka, lucu, ataupun kesalnya mengantri hingga berjam-jam.
Saya pun punya cerita ketika menggunakan jasa transportasi masal ini. Salah satunya ketika saya menumpang TransJakarta jurusan Pulogadung-Kalideres. Busnya langsung, sehingga saya tidak perlu mengantri di halte transit. Saat itu (mungkin) saya adalah penumpang yang paling lama berada dalam bus, karena saya naik dari terminal keberangkatan di Pulogadung dan turun di terminal tujuan akhir TransJakarta Kalideres.
Pada saat itu, saya termasuk beruntung karena mendapatkan tempat duduk, mengingat perjalanan yang (agak) jauh plus saya melakukan perjalanan pada jam kemacetan ibukota. Satu keberuntungan lainnya adalah bus tidak terlalu sesak, memang sebagian ada yang berdiri, beberapa adalah wanita. Dan saya mulai tidak nyaman dengan tempat duduk saya.Meski begitu, saya tidak serta merta bangkit dan mempersilakan mereka duduk, kenapa? karena walaupun wanita, mereka masih muda. Kenapa? (lagi) karena jika saya berdiri dan mempersilakan wanita muda ini duduk, kemudian di halte berikutnya ada orang yang lebih prioritas (seperti lansia atau ibu hamil) naik dan tidak ada yang merelakan kursinya maka saya akan merasa bersalah.
Ternyata saya mengambil jalan yang benar, tujuan mereka tidak sejauh saya, dan saya merasa nyaman karena tidak ada yang berdiri.
Dari halte ke halte, kejadian itu terus berulang, penumpang, naik, turun, duduk, dan berdiri. Dan saya selalu merasa tidak tenang ketika ada ibu-ibu yang berdiri namun jauh dari jangkauan saya, dan tak seorangpun merelakan tempat duduknya. Belum dapat setengah perjalanan, saya mendapatkan moment yang tepat untuk merelakan kursi TransJakarta. Disebuah halte melompatlah seorang ibu ke dalam TransJakarta yang saya tumpangi, ia menggendong balitanya sembari menenteng kantong kresek, beliau mencari-cari kurdi yang kosong.
"Silahkan bu, duduk disini" Tanpa banyak berpikir saya langsung beranjak dari tempat duduk saya.
Ibu itu tersenyum sambil mendekati kursi TransJakarta yang telah saya kosongkan. Dari wajahnya terpancar kebahagiaan, karena tidak harus berdiri dalam perjalanan untuk waktu yang cukup lama.
"Terimakasih" demikian beliau mengungkapkan kebahagiaannya dengan dibungkus senyuman.
"Sama-sama ibu"
Dan apakah kamu tahu kawan?, saya telah melakukan hal yang tepat (lagi). Ibu ini ternyata turun di tujuan akhir TransJakarta ini. Bayangkan jika ibu itu harus berdiri selama perjalanan dengan menggendong balitanya, dan TransJakarta tidak pernah menyisakan sebuah kursi kosong. Memang kemudian saya harus berdiri selama perjalanan. Dan apakah kamu tahu kawan ternyata lelah berdiri dengan perasaan yang banhagia itu lebih baik daripada duduk dengan perasaan bersalah kawan.

30 Hari Menulis

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
(Pramoedya Ananta Toer)

30 Hari Menulis

Teman, ini adalah satu gerakan atqu bisa dibilang tantangan buat kita agar kita lebih giat lagi menulis. Harapannya sederhana saja, ddengan kita menulis diharapkan tulisan kita bisa menginspirasi banyak.
Setiap individu punya pemikiran yang berbeda, pandangan yang unik, dan minat yang beragam. Maka dari itu, jangan pernah menjustifikasi tulisanmu sendiri dengan mengatakan "Ah, ini tak layak untuk di publikasikan". "Tulisanku kan jelek....". "Pingin nulis tapi...."."Aku kan gak bisa nulis, gmana kalo....". Dan sebagainya,,, dan sebagainya.
Untuk menulis sebenarnya sederhana saja, yang kita butuhkan hanyalah menulis, kemudian, menulis, lalu menulis, setelah itu menulis, dan menulis, serta dilanjutkan dengan menulis. Sedarhana kan. Sedangkan untuk hasilnya, SEKALI LAGI JANGAN PERNAH MENJUSTIFIKASI TULISANMU SENDIRI. Yang kita perlu cuma menulis, mungkin kamu memandang bahwa tulisanmu itu biasa saja tapi bisa jadi tulisanmu itu memberi inspirasi bagi orang lain. Jadi jangan pernah ragu untuk mempublikasikan tulisanmu. Di era Teknologi Canggih seperti sekarang ini publikasi bukan lagi jafi soal. Ada sarana publikasi yang murah (bahkan gratis), instan dan realtime melalui blog, fscebook, twitter dan media sejenis.
Gerakan 30 Hari Menulis ini, seharusnya kita jadikan sarana untuk memotivasi diri kita untuk lebih giat lagi menulis. Dalam gerakan ini tidak ada syarat ataupun ketentuan apapun sehingga kita bebas untuk berekspresi dan bermain bersama imaginasi kita.
Ingat, MENULIS ADALAH BEKERJA UNTUK KEABADIAN.